بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Assalamu'alaikum ....Selamat Datang......di Web.UPTD PENDIDIKAN TK,SD dan PLB Kec.Lengkong Kab Nganjuk...
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan dan Pembelajaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan dan Pembelajaran. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 April 2013

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

 

 

A.     Pendahuluan

Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, upaya Guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut lewat pengorbanan yang tidak sedikit.

  Sebagian besar guru masih ingin mengatasi masalah-masalah ditemukan di kelas. Sebagian dari mereka  mencoba mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan?  Kegiatan penelitian tidak mudah karena pertanggungjawaban teoretisnya cukup berat.

Kita  tidak perlu mengalami itu semua ketika  melakukan penelitian tindakan., karena jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian lain. Kalau jenis penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau lembaga penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, termasuk guru. Oleh karena itu para guru sebaiknya menyamakan pemahaman tentang pentingnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Dalam Diklat guru SD, keberadaan mata tataran PTK bertujuan untuk membekali para Pengwas agar lebih memiliki kemauan dan kemampuan untuk  membina dan membantu Guru di lapangan dalam melaksanakan PTK. dengan harapan Guru lebih terbiasa dann lebih memiliki kemampuan untuk melaksanakan PTK dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran.

 

B. PTK dan Ciri-cirinya

Penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka PTK cocok untuk guru. Kita  mungkin heran kenapa istilah ’penelitian’ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan istilah ’tindakan’. Keheranan Guru tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Guru dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan (Kemmis & McTaggrt, 1988 )

Penelitian tindakan merupakan intervensi  praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.

Apakah kegiatan PTK tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru PTK dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Sebagai  subyek dalam PTK termasuk murid-murid yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran.  Di dalam melaksanakan PTK bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator dan observer.

Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula, peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada. Guru  memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK  selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih.   Oleh karena itu diperlukan kerangka kerja agar masalah pembelajaran secara  praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata melalui PTK. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan lgurusan dalam melakukan modifikasi.

Untuk dapat meraih perubahan dan perbaikian dalam pembelajaran yang diinginkan melalui PTK, menurut McNiff (1991), ada beberapa persyaratan PTK, yakni :

  1. Guru  dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional.
  2. Guru dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai.
  3. Tindakan yang dilakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis. 
  4. Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan.
  5. Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya.
  6. Guru mesti mamantau secara sistematik agar mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik
  7. Guru perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik.
  8. Peneliti  (guru) perlu memvalidasi pernyataan tentang keberhasilan tindakannya lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.

  Kapan  secara tepat guru dapat melakukan PTK?” Jawabnya: Ketika guru ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab nya dan sekaligus ingin melibatkan murid-murid Guru dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, guru ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman dan ingin memperbaiki situasi pembelajaran di kelas.Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran, perilaku murid-murid di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.

PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran di ruangan kelas. Menurut Cohen (1990), PTK dapat berfungsi sebagai  :

1.   Alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas;

2.   Alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat;

3.   Alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami)  pendekatan tambahan atau inovatif;

4.   Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti;

5.   Alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.

Menurut Calhoun, E.F (1993), PTK memiliki kelebihan berikut :
(1) tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat  reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK

PTK Guru juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Guru sendiri karena terlalu banyak berurusan dengan hal-hal praktis; (2)  rendahnya efisiensi waktu karena Guru  harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara  Guru masih harus melakukan tugas rutin; (3)  konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi  terhadap kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimimpin demikian.

Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi: (1) kesediaan untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat; dan (6) pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta  penelitian.

C.  Penelitian Tindakan Kolaboratif

Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif , yakni: (1) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama; (2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada guru dan murid-murid  serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada.

 Menurut Burns  (dalam Muhajir, N., 1997), butir-butir yang perlu dipertimbangkan dalam PTK Guru antara lain :

1.   Sejauh dapat dilakukan, agenda PTK tindakan hendaknya ditarik dari kebutuhan-kebutuhan, kepedulian dan persyaratan yang diungkapkan oleh semua pihak Guru sendiri, sejawat, kepala sekolah, murid-murid, dan/atau orangtua murid) yang terlibat dalam konteks pembelajaran/kependidikan di kelas/sekolah Guru;

2.   PTK Guru hendaknya benar-benar memanfaatkan keterampilan, minat dan keterlibatan Guru sebagai guru dan sejawat;

3.   PTK Guru hendaknya terpusat pada masalah-masalah pembelajaran kelas Guru, yang ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Guru daapt juga memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran bidang studi Guru;

4.   Metodologi PTK Guru hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan persoalan pembelajaran kelas Guru yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan murid-murid sebagai sasaran penelitian;

5.   PTK Guru hendaknya direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi  secara kolaboratif. Tujuan, metode, pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Guru negosiasikan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Guru, sejawat, murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya);

6.   PTK Guru hendaknya bersifat antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh wawasan dan pengalaman orang-orang dari bidang-bidang lain yang relevan, seperti ilmu jiwa, antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Guru dapat mencari masukan dari teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.

 

Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah  harus dipertimbangkan:

1.   Guru sebagai pelaku PTK hendaknya berupaya memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakannya.

2.   PTK  selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri.

3.   PTK akan berjalan dengan baik jika terkait dengan program peningkatan guru dan pengembangan materi di sekolah atau wilayah sendiri.

4.   PTK hendaknya dipadukan dengan komponen evaluasi.

 

D. Proses Dasar PTK

Seperti telah diuraikan sebelumnya, PTK bersifat partisipatori dan kolaboratif, yang dilakukan karena ada kepedulian bersama terhadap situasi pembelajaran kelas yang perlu ditingkatkan. Guru bersama pihak-pihak (sejawat, murid, KS) mengungkapkan kepedulian akan peningkatan situasi tersebut, saling menjajagi apa yang dipikirkan, dan bersama-sama berusaha mencari cara untuk meningkatkan situasi pembelajaran. Guru bersama kolaborator (sejawat yang berkomitmen) menentukan fokus strategi peningkatannya. Singkatnya, Guru secara bersama-sama: (1) menyusun rencana tindakan bersama-sama; (2) bertindak; dan (3) mengamati secara individual dan bersama-sama; dan (4) melakukan refleksi bersama-sama pula. Kemudian, Guru bersama-sama merumuskan kembali rencana berdasarkan informasi yang lebih lengkap dan lebih kritis. Itulah empat aspek pokok dalam penelitian tindakan (Burns, 1999), yang selanjutnya diuraikan di bawah ini.


1.   Penyusunan Rencana

Rencana PTK merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun, dan dari segi definisi harus prospektif ke depan pada tindakan dengan memperhitungkan peristiwa-peristiwa tak terduga sehngga mengandung sedikit resiko. Maka rencana mesti cukup fleksibel agar dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan kendala yang sebelumnya tidak terlihat. Tindakan yang telah direncanakan harus disampaikan dengan dua pengertian. Pertama, tindakan kelas mempertimbangkan resiko yang ada dalam perubahan dinamika kehidupan kelas Kedua, tindakan-tindakan pilih karena memungkinkan guru untuk bertindak secara lebih efektif dalam tahapan-tahapan pembelajaran, secara lebih bijaksana dalam memperlakukan murid, dan cermat dalam mengamati kebutuhan dan perkembangan belajar murid.

Pada prinsipnya,  tindakan yang direncanakan dalam PTK  hendaknya: (1) membantu Guru sendiri dalam (a) mengatasi kendala pembelajaran kelas, (b)  bertindak secara lebih tepat-guna dalam kelas dan (c) meningkatkan keberhasilan pembelajaran kelas; dan (2) membantu Guru menyadari potensi baru Guru untuk melakukan tindakan guna meningkatkan kualitas kerja. Dalam proses perencanaan, peneliti  harus berkolaborasi dengan sejawat melalui diskusi untuk mengembangkan tindakan  yang akan dipakai dalam menganalisis dan meningkatkan pemahaman dan tindakan dalam kelas.

Rencana PTK hendaknya disusun berdasarkan hasil pengamatan awal refleksif terhadap pembelajaran kelas Guru. Misalnya, jika Guru adalah guru bahasa Inggris, Guru akan melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran kelas Guru dalam konteks situasi sekolah secara umum dan mendeskripsikan hasil pengamatan. Dari sini akan mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang ada. Lalu Guru meminta seorang guru bahasa Inggris lain sebagai kolaborator untuk melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang Guru selenggarakan di kelas Guru; selama mengamati, kolaborator memusatkan perhatiannya pada perilaku Guru sebagai guru dalam upaya membantu murid belajar, dan perilaku murid selama proses pembelajaran berlangsung, serta suasana pembelajarannya.

Rencana tindakan Guru perlu dilengkapi dengan pernyataan tentang indikator-indikator peningkatan yang akan dicapai. Misalnya, indikator untuk peningkatan keterlibatan murid adalah peningkatan jumlah murid yang melakukan sesuatu dalam pembelajaran, seperti bertanya, mengusulkan pendapat, mengungkapkan kesetujuan, mengungkapkan kesenangan, mengungkapkan penolakan dan sebagainya.

 


2.   Pelaksanaan Tindakan

Tindakan hendaknya dituntun oleh rencana yang telah dibuat, tetapi perlu diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana, mengingat dinamikan proses pembelajaran di kelas Guru, yang menuntut penyesuaian. Oleh karena itu, Guru perlu bersikap fleksibel dan siap mengubah rencana tindakan sesuai dengan keadaan yang ada. Semua perubahan/penyesuaian yang terjadi perlu dicatat karena kelak harus dilaporkan.

Pelaksanaan rencana tindakan memiliki karakter perjuangan materiil, sosial, dan politis ke arah perbaikan. Mungkin negosiasi dan kompromi diperlukan, tetapi kompromi harus juga dilihat dalam konteks strateginya. Nilai tambah taraf sedang mungkin cukup untuk sementara waktu, dan nilai tambah ini kemudian mendasari tindakan berikutnya.

3. Observasi

Observasi tindakan di kelas  berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan bersama prosesnya. Observasi itu berorientasi ke depan, tetapi memberikan dasar bagi refleksi sekarang, lebih-lebih lagi ketika putaran atau siklus terkait masih berlangsung. Perlu dijaga agar observasi: (1) direncanakan agar (a) ada dokumen sebagai dasar refleksi berikutnya dan (b) fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak terduga; (2) dilakukan secara cermat karena tindakan Guru di kelas selalu akan dibatasi oleh kendala realitas kelas yang dinamis, diwarnai dengan hal-hal tak terduga; (3) bersifat responsif, terbuka pgurungan dan pikirannya.

Apa yang diamati dalam PTK adalah (1)  proses tindakannya, (b) pengaruh tindakan (yang disengaja dan tak sengaja), (c) keadaan dan kendala tindakan, (d) bagaimana keadaan dan kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah direncanakan dan pengaruhnya, dan (e) persoalan lain yang timbul.

4.   Refleksi

Yang dimaksud dengan refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Lewat refleksi Guru berusaha (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi pembelejaran kelas, dan (2) memahami persoalan pembelajaran dan keadaan kelas di mana pembelajaran dilaksanakan. Dalam melakukan refleksi, Guru sebaiknya juga berdiskusi dengan sejawat Guru, untuk menghasilkan rekonstruksi makna situasi pembelajaran kelas dan memberikan dasar perbaikan rencana siklus berikutnya. Refleksi memiliki aspek evaluatif; dalam melakukan refleksi, Guru hendaknya menimbang-nimbang pengalaman menyelenggarakan pembelajaran di kelas, untuk menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul) memang diinginkan, dan memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk meneruskan pekerjaan. Tetapi dalam pengertian bahwa refleksi itu deskriptif, Guru meninjau ulang, mengembangkan gambaran agar lebih lebih hidup (a) tentang proses pembelajaran kelas Guru, (b) tentang kendala yang dihadapi dalam melakukan tindakan di kelas, dan, yang lebih penting lagi, (c) tentang apa yang sekarang mungkin dilakukan untuk para siswa Guru agar mencapai tujuan perbaikan pembelajaran.

PTK merupakan proses dinamis, dengan empat momen dalam spiral perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. (Kemmis dkk. (1982). Dalam praktik, proses PTK dimulai dengan ide umum bahwa Guru menginginkan perubahan atau perbaikan pembelajaran di kelas Guru. Inilah keputusan tentang letak di mana dampak tindakan itu mungkin diperoleh. Setelah memutuskan medannya dan melakukan peninjauan awal, Guru bersama kolaborator sebagai peneliti tindakan memutuskan rencana umum tindakan. Dengan menjabarkan rencana umum ke dalam langkah-langkah yang dapat dilakukan, Guru memasuki langkah pertama, yakni perubahan dalam strategi yang ditujukan bukan saja untuk mencapai perbaikan, tetapi juga pemahaman lebih baik tentang apa yang mungkin dicapai kemudian. Sebelum mengambil langkah pertama, Guru harus lebih berhati-hati dan merencanakan  cara untuk memantau pengaruh langkah tindakan pertama, keadaan kelas Guru, dan apa yang mulai dilihat oleh strategi dalam praktik. Jika mungkin mempertahankan pencarian fakta dengan memantau tindakannya, langkah pertama diambil. Pada waktu langkah itu dilaksanakan, data baru mulai masuk, dan keadaan, tindakan, dan pengaruhnya dapat dideskripsikan dan dievaluasi. Tahap evaluasi ini menjadi peninjauan yang segar yang dapat dipakai untuk menyiapkan cara untuk perencanaan baru.

E.  Alur Pelaksanaan PTK

Model rancangan PTK terletak pada alur pelaksanaan tindakan yang dilakukan. Hal ini sekaligus menjadi penanda atau ciri khusus yang membedakan PTK dengan jenis penelitian lain. Adapun alur penelitian tindakan yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 1 (diadaptasi dari Kemmis dan McTaggart).

clip_image002

Gambar di atas menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu peneliti harus merencanakan secara seksama jenis tindakan yang akan dilaksanakan. Kedua, setelah rencana disusun secara matang, barulah tindakan itu dilakukan. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakannya tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat yang ditimbulkannya. Keempat, berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peneliti kemudian melakukan refleksi atas tindakan yang telah dilaksanakan. Jika hasil refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan, maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya. Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara optimal.

 

F.  Langkah-Langkah Penelitian Tindakan

Ada beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan penelitian tindakan). Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dan merumuskan masalah; (2) menganalisis masalah; (3) merumuskan hipotesis tindakan; (4) membuat rencana tindakan dan pemantauannya; (5) melaksanakan tindakan dan mengamatinya; (6) mengolah dan menafsirkan data; dan (7) melaporkan.

 

1.   Identifikasi dan Perumusan Masalah

Seperti telah disinggung di muka, PTK dilakukan untuk mengubah perilaku Guru sendiri, perilaku sejawat dan murid-murid, atau mengubah kerangka kerja, proses pembelajaran, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku Guru dan sejawat serta murid-murid. Singkatnya, PTK lakukan untuk meningkatkan praktik pembelajaran. Contoh-contoh bidang garapan PTK:

1) Metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan metode penemuan;

2)   Strategi belajar, menggunakan pendekatan integratif pada pembelajaran daripada satu gaya belajar mengajar;

3)   Prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian kontinyu/otentik;

4) Penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mungkin mendorong timbulnya sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan;

5)   Pengembangan profesional guru misalnya meningkatkan keterampilan mengajar, mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah kemampuan analisis, atau meningkatkan kesadaran diri;

6)   Pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku; dan

7)   Administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah (Cohen dan Manion, 1980: 181).

 

a.   Identifikasi Masalah

Seperti dalam jenis penelitian lain, langkah pertama dalam penelitian tindakan adalah mengidentifikasi masalah. Langkah ini merupakan langkah yang menentukan. Masalah yang akan diteliti harus dirasakan dan diidentifikasi oleh peneliti sendiri bersama kolaborator meskipun dapat dengan bantuan seorang fasilitator supaya mereka betul-betul terlibat dalam proses penelitiannya. Masalahnya dapat berupa kekurangan yang dirasakan dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, etos kerja, kelancaran komunikasi, kreativitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masalahnya berupa kesenjangan antara kenyataan dan keadaan yang diinginkan.

Masalahnya hendaknya bersifat tematik seperti telah disebutkan di atas dan dapat diidentifikasi dengan pertolongan tabel dua arah model Aristoteles. Misalnya dalam bidang pendidikan, ada empat sel lajur dan kolom, sehubungan dengan anggapan bahwa ada empat komponen pokok yang ada di dalamnya (Schab, 1969) yaitu: guru, siswa, bidang studi, dan lingkungan.  Semua komponen tersebut berinteraksi dalam proses belajar-mengajar, dan oleh karena itu dalam usaha memahami komponen tertentu peneliti perlu memikirkan bubungan di antara komponen-komponen tersebut.

Berikut adalah beberapa kriteria dalam penentuan masalah: (a) Masalah harus penting bagi orang yang mengusulkannya dan sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan lembaga atau program; (b) Masalahnya hendaknya dalam jangkauan penanganan. Jangan sampai memilih masalah yang memerlukan komitmen terlalu besar dari pihak para penelitinya dan waktunya terlalu lama; (c) Pernyataan masalahnya harus mengungkapkan beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal fundamental ini daripada berdasarkan fenomena dangkal.

Berikut ini beberapa contoh masalah yang diidentifikasi sebagai fokus penelitian tindakan: (1) rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan mahasiswa; (2) rendahnya ketaatan staf pada perintah atasan; (3) rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris; (4) rendahnya kualitas pengelolaan interaksi guru-siswa-siswa; (5) rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut; dan (6) rendahnya kemandirian belajar siswa di suatu sekolah menengah atas.

 

b.   Perumusan masalah

Seperti telah disebutkan di atas, masalah penelitian tindakan yang merupakan kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan hendaknya dideskripsikan untuk dapat merumuskannya. Pada intinya, rumusan masalah harus mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Contoh-contoh masalah di atas akan diberikan contoh rumusannya dalam Tabel 1 di bawah.

Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, dalam rumusan ada deskripsi tentang keadaan nyata dan deskripsi tentang keadaan yang diinginkan dan kesenjangan antara dua keadaan tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan dengan menutupnya melalui tindakan yang sesuai. Bagaimana cara menutupnya? Karena penelitian tindakan merupakan kegiatan akademik dan profesional, seorang peneliti perlu mencari wawasan teoretis dari pustaka yang relevan untuk dapat menentukan cara-cara yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitiannya. Pustaka yang ditinjau hendaknya mencakup teori-teori dan hasil penelitian yang relevan. Satu hal yang  perlu diingat adalah bahwa teori dalam penelitian tindakan bukan untuk diuji, melainkan untuk menuntun peneliti dalam membuat keputusan-keputusan selama proses penelitian berlangsung. Wawasan teoretis sangat mendukung proses analisis masalah.

Pada akhir tinjauan pustaka, peneliti tindakan dapat mengajukan hipotesis tindakan atau pertanyaan penelitian.  

 

2.   Analisis Masalah

Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui demensi-dimensi masalah yang mungkin ada untuk mengidentifikasikan aspek-aspek pentingnya dan untuk memberikan penekanan yang memadai.

   Analisis masalah melibatkan beberapa jenis kegiatan, bergantung pada kesulitan yang ditunjukkan dalam pertanyaan masalahnya; analisis sebab dan akibat tentang kesulitan yang dihadapi, pemeriksaan asumsi yang dibuat kajian terhadap data penelitian yang tersedia, atau mengamankan data pendahuluan untuk mengklarifikasi persoalan atau untuk mengubah perspektif orang-orang yang terlibat dalam penelitian tentang masalahnya. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui diskusi di antara para peserta penelitian dan fasilitatornya, juga kajian pustaka yang gayut.

 

Tabel 1: Masalah dan Rumusannya

No.

Masalah

Rumusan

1.

Rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan  siswa kelas 6 SD

Siswa kelas 6 SD mestinya telah mampu mengajukan pertanyaan yang kritis, tetapi dalam kenyataannya petanyaan mereka lebih bersifat klarifikasi

2.

Rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran PKn

Dalam pembelajaran PKn, siswa mestinya terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar lewat kegiatan yang menyenangkan, tetapi dalam kenyataan mereka sangat pasif.

3.

Rendahnya kualitas pengelolaan interaksi guru-siswa-siswa

Pengelolan interaksi guru-siswa-siswa mestinya memungkinkan setiap siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran,  tetapi dalam kenyataan interaksi hanya terjadi antara guru dengan beberapa siswa.


 

No.

Masalah

Rumusan

4.

Rendahnya kualitas proses pembelajaran bahasa Indonesia ditinjau dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut

Proses pembelajaran bahasa Indonesia mestinya memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menggunakan bahasa tsb. secara komunikatif, tetapi dalam kenyataannya kegiatan pembelajaran terbatas pada kosakata, lafal dan struktur.

5.

Rendahnya kemandirian belajar siswa kelas 5 SD

Kemandirian belajar siswa kelas 5 SD mestinya telah berkembang jika kegiatan pembelajarannya mendukungnya, tetapi dalam kenyataannya dominasi peran guru telah menghambat perkembangannya

 

3.   Perumusan Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau hubungan, melainkan hipotesis tindakan. Idealnya hipotesis penelitian tindakan mendekati keketatan penelitian formal. Namun situasi lapangan yang senantiasa berubah membuatnya sulit untuk memenuhi tuntutan itu.

Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan yang diusulkan untuk menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Untuk sampai pada pemilihan tindakan yang dianggap tepat, peneliti dapat mulai dengan menimbang prosedur-prosedur yang mungkin dapat dilaksanakan agar perbaikan yang diinginkan dapat dicapai sampai menemukan prosedur tindakan yang dianggap tepat. Dalam menimbang-nimbang berbagai prosedur ini sebaiknya peneliti mencari masukan dari sejawat atau orang-orang yang peduli lainnya dan mencari ilham dari teori/hasil penelitian yang telah ditinjau seblumnya sehingga rumusan hipotesis akan lebih tepat.

Contoh hipotesis tindakan akan diberikan di sini. Situasinya adalah kelas yang siswa-siswanya sangat lamban dalam memahami bacaan. Berdasarkan analisis masalahnya peneliti menyimpulkan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki kebiasaan membaca yang salah dalam memahami makna bahan bacaannya, dan bahwa ‘kesiapan pengalaman’ untuk memahami konteks perlu ditingkatkan. Maka hipotesis tindakannya sebagai berikut: “Bila kebiasaan membaca yang salah dibetulkan lewat teknik-teknik perbaikan yang tepat dan ‘kesiapan pengalaman’ untuk memahami konteks bacaan ditingkatkan, maka para siswa akan meningkat kecepatan membacanya.” Apabila setelah dilaksanakan tindakan yang direncanakan dan telah diamati, hipotesis tindakan ini ternyata meleset dalam arti pengaruh tindakannya belum seperti yang diinginkan, peneliti harus merumuskan hipotesis tindakan yang baru untuk putaran penelitian tindakan berikutnya. Dengan demikian, dalam suatu putaran spiral penelitian tindakan, peneliti merumuskan hipotesis, dan pada putaran berikutnya merumuskan hipotesis yang lain, dan putaran berikutnya lagi merumuskan hipotesis yang lain lagi begitu seterusnya, sehingga pelaksanaan tugas terus meningkat kualitasnya.

Untuk masalah-masalah yang dicontohkan di atas, diberikan contoh rumusan hipotesis tindakannya dalam Tabel 2 di bawah.        

 
Tabel.2: Masalah, Rumusan Masalah dan Hipotesis Tindakan

No

Masalah

Rumusan

Hipotesis Tindakan

1.

Rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan siswa kelas 6 SD

Siswa kelas 6 SD mestinya telah mampu mengajukan pertanyaan yang kritis, tetapi dalam kenyataannya petanyaan mereka lebih bersifat klarifikasi

Jika tingkat kekritisan pertanyaan siswa kelas 6 SD  dijadikan penilaian kualitas partisipasi mereka setelah diberi contoh dengan pembahasan-nya, kemampuan mengajukan pertanyaan kritis mereka akan meningkat.

2.

Rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran PKn kelas 5 SD dan rendahnya motivasi belajar mereka

Dalam pembelajaran PKn, Siswa kelas 5 SD  mestinya terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar lewat kegiatan yang menyenangkan sehingga motivasi belajarnya tinggi, tetapi dalam kenyataan mereka kurang sekali terlibat sehingga motivasi mereka rendah.

Dengan kegiatan yang menyenangkan dalam pembelajaran PKn kelas 5 SD, keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar akan meningkat, dan begitu juga motivasi belajar mereka.

3.

Rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Indonesia ditinjau dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut

Kualitas pembelajaran bahasa Indonesia mestinya tinggi jika kegiatannya terfokus untuk mengembangkan kemahiran berkomunikasi dalam bahasa Inggris, tetapi dalam kenyataannya focus terlalu berat pada kegiatan untuk menguasai pengetahuan tentang grammar dan kosakata bahasa Inggris.

Jika kegiatan pembelajaran difokuskan pada pengembangan kompetensi komunikatif berbahasa Indonesia, kualitas pembelajaran akan meningkat.

4.

Rendahnya kemandirian belajar siswa  kelas 5 SD

Kemandirian belajar siswa kelas 5 SD mestinya telah berkembang jika kegiatan pembelajarannya mendukungnya, tetapi dalam kenyataannya dominasi peran guru telah menghambat perkembangannya

Jika kegiatan pembelajaran diciptakan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan masing-masing siswa, kemandirian belajar siswa kelas 5 SD akan meningkat.

sumber  :Drs. H.B. Suparlan, M.Pd ----P4TK PKn,IPS Malang

d.

Jumat, 29 Maret 2013

PENGELOLAAN KELAS

A. Pengertian Pengeloaan Kelas

image

Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.(Djamarah 2006:175)
“Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan”Dekdibud (dalam Rachman 1997:11). Pengelolaan dalam pengertian umum menurut Arikunto (dalam Djamarah 2006:175) adalah pengadministrasian pengaturan atau penataan suatu kegiatan

Menurut Hamalik (dalam Djamarah 2006:175) ”kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru” sedangkan menurut Ahmad (1995:1) “kelas ialah ruangan belajar dan atau rombongan belajar

Hadari Nawawi memandang kelas dari dua sudut, yaitu:

1. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangan yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing.

2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai suatu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan (Djamarah2006:176)

Ahmad (1995:1) menyatakan “Pengelolaan kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan.” Pengelolaan kelas merupakan usaha sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah pada persiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi/kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan, waktu, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Sedangkan menurut Made Pidarta (dalam Djamarah, 2005:172) “Pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas.” Guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakat, dan energinya pada tugas-tugas individual. Sudirman (dalam Djamarah 2006:172)” Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.”kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses interaksiedukatif, agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola sebaik-baiknya oleh guru.
“Pengelolaan kelas merupakan ketrampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.” (Mulyasa 2006:91). Sedangkan menurut Sudirman (dalam Djamarah 2006:177) ”Pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi kelas.” Ditambahkan lagi oleh Nawawi (dalam Djamarah 2006:177) ”Manajemen atau pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegitan-kegiatan yang kreatif dan terarah .” Arikunto (dalam Djamarah 2006:177) juga berpendapat “ bahwa penelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agardicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar yang seperti diharapkan.” Pengelolaan dapat dilihat dari dua segi, yaitu pengelolaan yang menyangkut siswa dan pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat pelajaran).

Berdasar pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah pada penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi atau kondisi proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai

B. Latar Belakang Mengapa Pengelolaan Kelas itu Penting

Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan hal yang penting bagi suatu negara untuk menjadi negara maju, kuat, makmur dan sejahtera. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak bisa terpisah dengan masalah pendidikan bangsa. Menurut Mulyasa (2006:3) ”Setidaknya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yakni: (1) sarana gedung, (2) buku yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang yang professional.

Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Di dalam kelas guru malaksanakan dua kegiatan pokok yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan mengelola kelas. Kegiatan mengajar pada hakikatnya adalah proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa. Semua komponen pengajaran yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.

Pengelolaan kelas tidak hanya berupa pengaturan kelas, fasilitas fisik dan rutinitas. Kegiatan pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana dan kondisi kelas. Sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Misalnya memberi penguatan, mengembangkan hubungan guru dengan siswa dan membuat aturan kelompok yang produktif.

Di kelaslah segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya. Kurikulum dengan segala komponennya, dan materi serta sumber pelajaran dengan segala pokok bahasanya bertemu dan berpadu dan berinteraksi di kelas. Bahkan hasil dari pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh apa yang terjadi di kelas. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah kelas dikelola dengan bagi, professional, dan harus terus-menerus.

Djamaroh (2006:173) menyebutkan ” Masalah yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Aspek yang sering didiskusikan oleh penulis professional dan pengajar adalah juga pengelolaan kelas”. Mengingat tugas utama dan paling sulit bagi pengajar adalah pengelolaan kelas, sedangkan tidak ada satu pendekatan yang dikatakan paling baik. Sebagian besar guru kurang mampu membedakan masalah pengajaran dan masalah pengelolaan. Masalah pengajaran harus diatasi dengan cara pengajaran dan masalah pengelolaan harus diatasi dengan cara pengelolaan.
Pengelolaan kelas diperlukan karena dari hari ke hari bahkan dari waktu ke waktu tingkah laku dan perbuatan siswa selalu berubah. Hari ini siswa dapat belajar dengan baik dan tenang, tetapi besok belum tentu. Kemarin terjadi persaingan yang sehat dalam kelompok, sebaliknya dimasa mendatang boleh jadi persaingan itu kurang sehat. Kelas selalu dinamis dalam bentuk perilaku, perbuatan, sikap, mental, dan emosional siswa.

C. Tujuan Pengelolaan Kelas

Menurut Ahmad (1995:2) bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai berikut:

1.Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.

2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi belajar mengajar.

3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa dalam kelas.

4. Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.

Tujuan pengelolaan kelas menurut Sudirman (dalam Djamarah 2006:170) pada hakikatnya terkandung dalam tujuan pendidikan. Tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi macam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja. Terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa. Sedangkan Arikunto (dalam Djamarah 2006:178) berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisian.

Menurutnya sebagai sebuah indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah apabila:

1. Setiap siswa terus bekerja, tidak macet artinya tidak ada anak yang terhenti karena tidak tahu ada tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan padanya.

2. Setiap siswa terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu artinya setiap siswa akan bekerja secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang diberikan padanya.

· Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas

“Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern dan faktor ekstern siswa.” (Djamarah 2006:184). Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian siswa denga ciri-ciri khasnya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari siswa lainnya sacara individual. Perbedaan sacara individual ini dilihat dari segi aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.
Faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa, dan sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.
Djamarah (2006:185) menyebutkan “Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan.” Prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Djamarah adalah sebagai berikut.
a. Hangat dan Antusias

Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
b. Tantangan

Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.

c. Bervariasi

Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian siswa. Kevariasian ini merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
d. Keluwesan

Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajarmengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.

e. Penekanan pada Hal-Hal yang Positif

Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal-hal yang negative. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku siswa yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar

f. Penanaman Disiplin Diri

Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan dislipin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.

· Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan anak didik adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk meningkatkan kegairahan siswa baik secara berkelompok maupun secara individual

Keharmonisan hubungan guru dan anak didik, tingginya kerjasama diantara siswa tersimpul dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas.(Djamarah 2006:179)
Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian berikut:
a. Pendekatan Kekuasaan

Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk mentaatinya. Di dalamnya ada kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itu guru mendekatinya.

b. Pendekatan Ancaman

Dari pendekatan ancaman atau intimidasi ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.

c. Pendekatan Kebebasan

Pengelolaan diartikan secara suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.
d. Pendekatan Resep

Pendekatan resep (cook book) ini dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep.

e. Pendekatan Pengajaran

Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.

f. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku

Sesuai dengan namanya, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behavior modification approach) ini bertolak dari sudut pandangan psikologi behavioral.
Program atau kegiatan yang yang mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang kurang baik, harus diusahakan menghindarinya sebagai penguatan negatif yang pada suatu saat akan hilang dari tingkah laku siswa atau guru yang menjadi anggota kelasnya. Untuk itu, menurut pendekatan tingkah laku yang baik atau positif harus dirangsang dengan memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan senang atau puas. Sebaliknya, tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program kelas diberi sanksi atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari.
g. Pendekatan Sosio-Emosional

Pendekatan sosio-emosional akan tercapai secarta maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam kelas. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta hubungan antar siswa. Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan tersebut. Oleh karena itu seharusnya guru mengembangkan iklim kelas yang baik melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk terrciptanya hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap ngayomi atau sikap melindungi.
h. Pendekatan Kerja Kelompok

Dalam pendekatan in, peran guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat menjaga kondisi itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru harus dapat mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan.

i. Pendekatan Elektis atau Pluralistik

Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dabn inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut. Pendekatan elektis disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu set (rumpun) kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien.

· Komponen-Komponen Ketrampilan Pengelolaan Kelas

Komponen-komponen ketrampilan pengelolaan kelas ini pada umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat preventif) dan ketrampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal.(Djamarah 2006:186)

Ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal terdiri dari ketrampilan sikap tanggap, membagi perhatian, pemusatan perhatian kelompok. Ketrampilan suka tanggap ini dapat dilakukan dengan cara memandang secara seksama, gerakan mendekat, memberi pertanyaan, dan memberi reaksi terhadap gangguan dan ketakacuhan. Yang termasuk ke dalam ketrampilan memberi perhatian adalah visual dan verbal. Tetapi memberi tanda, penghentian jawaban, pengarahan dan petunjuk yang jelas, penghentian penguatan, kelancaran dan percepatan, merupakan sub bagian dari ketrampilan pemusatan perhatian kelompok.

Masalah modifikasi tingkah laku, pendekatan pemecahan masalahkelompok, dan menemukan serta memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah, adalah tiga buah strategi yang termasuk ke dalam ruang lingkup ketrampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal.

· Kelas yang Nyaman dan Menyenangkan

“Kelas merupakan taman belajar bagi siswa dan menjadi tempat mereka, bertumbuh dan berkembang baik secara fisik, intelektual maupun emosional.” (Ahmad 1995:14). Oleh karena itu kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga benar-benar merupakan taman belajar yang menyenangkan.
Menurut Ahmad (1995:14) syarat-syarat kelas yang baik adalah: (1) rapi, bersih, sehat, tidak lembab, (2) cukup cahaya yang meneranginya, (3) sirkulasi udara cukup, (4) perabot dalam keadaan baik,cukup jumlahnya dan ditata dengan rapi, dan (4) jumlah siswa tidak lebih dari 40 orang.
Beberapa syarat yang perlu diupayakan agar kelas nyaman dan menyenangkan menurut Ahmad (1997:35) adalah sebagai berikut:
1. Tata Ruang Kelas

Pada prinsipnya sistem belajar yang kita anut di SD adalah sistem klasikal. Tetapi ada beberapa metode mengajar yang tidak selalu memakai sisten klasikal, misalnya metode eksperimen, diskusi kelompok, dan lain sebagainya.
Dalam penataan ruang kelas, almari kelas dapat ditempatkan disamping papan tulis atau disamping meja guru. Jika ada almari kelas tambahan dapat ditaruh dibelakang kelas, sebaiknya almari tersebut terbuat dari kaca untuk penyimpan piagam,vandel, dan kepustakaan kelas. Pengaturan tempat perabot kelas dapat dipindah-pindahkan sesuai dengan keadaan atau kondisi setempat. (Dirjen Dikti, 1996:18).
2. Menata Perabot Kelas

Ahmad (2004:19) menyatakan “ perabot kelas adalah segala sesuatu perlengkapan yang harus ada dan diperlukan kelas”
Menurut Djauzak Ahmad (2004:20) perabot kelas meliputi : (a) papan tulis, (b) meja kursi guru, (c) meja kursi siswa, (d) almari kelas, (e) jadwal pelajaran, (f) papan absensi, (g) daftar piket kelas, (h) kalender pendidikan, (i) gambar-gambar, (j) tempat cuci tangan, (k) tempat sampah, (l) sapu dan alat pembersih lainnya, dan (m) gambar-gambar alat peraga.
Dari pendapat Ahmad dapat diuraikansebagai berikut:
a. Papan Tulis

Papan tulis harus cukup besar dan permukaan dasarnya harus rata.Warna dasar papan tulis yang mulai menipis atau belang harus segera di cat ulang. Papan tulis harus ditempatkan di depan dancukup cahaya. Penempatannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sehingga siswa yang duduk dibelakang masih melihat atau membaca tulisan yang paling bawah
b. Meja kursi Guru

Meja kursi guru ukurannya disesuaikan dengan standart yang ada, meja guru berlaci dan ada kuncinya, meja kursi guru ditempatkan di tempat strategis, misalnya di kanan atau di kiri papan tulis, supaya tidak menghalangi pandangan siswa ke papan tulis.

c. Meja kursi Siswa

Meja kursi siswa ditata sedemikian rupa sehinggga dapat menciptakan kondidsi kelas yang menyenangkan, ukuran mejadan kursi disesuaikan dengan ukuran badan siswa dan dilengkapi dengan tempat tas atau buku.
d. Alamari Kelas

Alamari kelas dapat ditempatkan di samping papan tulis atau sebelah kiri atau kanan dinding bisa juga diletakkan di sebelah meja guru.

e. Jadwal Pelajaran

Jadwal pelajaran ditempatkan di tempat yang mudah dilihat.
f. Papan Absensi

Papan absensi ditempatkan di sebelah papan tulis atau di dinding samping kelas. Guru juga harus memiliki catatan daftar hadir siswa di buku khusus, karena daftar hadir di papan diganti setiap hari sesuai keadaan.

g. Daftar Piket kelas

Daftar piket kelas ditempatkan di samping papan absensi.
h. Kalender Pendidikan

Kalender pendidikan ditempel pada tempat yang mudah dilihat.
i. Gambar-Gambar

Gambar Presiden, Wakil Presiden, dan lambing burung Garuda Pancasila ditempatkan di depan kelas di atas papan tulis, posisi penempatannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
j. Tempat Cuci Tangan dan Lap Tangan

Tempat cuci tangan dan lap tangan diletakkan di depan kelas dekat pintu masuk.

k. Tempat sampah

Tempat sampah diletakkan di sudut kelas. Besar kecilnya tempat sampah disesuaikan dengan kebutuhan.

http://www.sekolahdasar.net/2008/12/latar-belakang-mengapa-pengelolaan.html