Wanita beda dengan Laki-laki. Dalam menjalankan aktivitas pun sangat berbeda. Tapi hukum syara’ memandang sejajar antara Laki-laki dan Wanita .
* ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan,” (QS Al Isra ; 70)
Kita membahas aktivitas Wanita batasannya seperti apa saja. Kadang, jika melihat dan menilai, secara tidak sengaja telah terjadi pelanggaran hukum syara’. Biasanya, di kalangan Wanita terjadi pelanggaran hukum syara’ dalam konteks ijtima’ atau pergaualan dengan lawan jenis. karena mereka belum memahami aktivitas mana saja yang termasuk hayatul khas dan hayatul ‘aam. Di kalangan Wanita terkadang ada pelanggaran hukum syara’ karena sikap yang kurang tegas dan kurang mengetahui batasan aktivitas Wanita itu seperti apa saja, dalam konteks hubungan demi muslahat masing-masing yang sesuai dengan hukum syara’ dan selanjutnya karena godaan Syetan..
Apa yang akan saya paparkan adalah aktivitas Wanita dalam konteks hubungan interpersonal dengan Laki-laki / ijtima’I:
1.Hayatul ‘Aam
Hayatul ‘aam atau kehidupan umum bagi Wanita adalah seputar kehidupan yang menyangkut perkara pendidikan, mu’amalah, kesehatan. Hayatul ‘aam, bagi Wanita , maknanya bahwa ia boleh bercerita tentang ketiga perkara tadi, selebihnya tidak boleh karena sudah menyangkut hayatul khas..
Bagi Laki-laki manapun hanya cukup untuk mengetahui ”hayatul ’aam” kehidupan umum-nya saja, seperti contoh diatas ; pendidikan, tempat tinggal, hobi, aktivitas di lembaga dll. Sedangkan hayatul khas, sudah sangat privasi sekali yang menyangkut kehidupan pribadi (keadaan keluarga, keadaan dirinya) di luar itu konteksnya sudah hayatul khas.
Bagi Wanita tidak boleh menceritakan hal-hal pribadi pada ajnaby (orang asing). Wanita boleh menceritakan hal-hal terkait pribadinya jika ia telah dikhitbah untuk lanjut ke jenjang pernikahan.
Dan ketika berinteraksi dengan lawan jenis Wanita diharapkan bertindak dan berbicara seperlunya saja, tegas dan jelas. Dalam aktivitas yang berkaitan dengan lawan jenis, seorang Wanita seringkali mudah melakukan pelanggaran. Mungkin karena secara psikologis Wanita memiliki karater ingin diperhatikan atau malah kadang cari perhatian agar bisa berinteraksi dengan lawan jenis, apalagi kalau sudah menyangkut “masalah hati.”
Tapi berinteraksi dengan Laki-laki dalam konteks mendiskusikan ilmu, menurut saya ini dibolehkan, tapi, ada beberapa hal kita sendiri bisa menjaminnya sesuai dengan perkataan Rasulullah Saw, “Jika kalian tidak memiliki rasa malu maka bertindaklah sesuka kalian.”
Yang dimaksud hal-hal yang kita harus bisa menjaminnya adalah kemungkinan timbulnya fitnah. Mungkin kita bisa berdalih dengan mengatakan “Saya dengan dia cuma teman, hanya sebatas sharing ilmu.” Tapi saya berpendapat sebaiknya dicari “aman” nya saja, karena fitnah itu diibaratkan mencemarkan dan menjatuhkan kehormatan seorang Wanita dan manjaga ’iffah / kehormatan itu wajib hukumnya.
Mubah hukumnya untuk berinteraksi dengan Laki-laki dalam masalah ilmu, kareka khawatir seorang Wanita akan menceritakan sesuatu yang masuk dalam wilayah khas, sehingga yang mubah menjerumuskan ke haram.
Dalam hal ini saya ingin mengutip perkataan Abu Bakar, “Berhati-hatilah dalam bertindak karena dari hati-hati tadi memberikan manfaat bagimu.”
2.Hayatul khas
Hayatul khas atau kehidupan khusus adalah perkara seputar pribadi dan ini hanya boleh di ketahui oleh keluarga ‘mahram’ dan sesama kaum perempuan dalam lingkungan kita. Contohnya, menceritakan keadaan dirinya dan keluarganya, target hidup, target dakwah dll. secara detil, kecuali seorang Wanita sudah dikhitbah.
Seorang Laki-laki yang faham akan apa arti kehormatan bagi seorang Wanita pasti maklum atas sikap tegasn seorang Wanita dan tidak dimaknai sebagai sikap jaim (jaga image) atau jutek, terlalu saklek atau apalah namanya. Tegas bukan berarti memaksa agar pandangannya di terima atau egois tapi demi menjaga kehormatan.
Intinya, dalam hal ini sangat dibutuhkan ketegasan dari masing-masing pihak, baik maupun Wanita untuk menjaga ‘iffahnya masing-masing. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya perkara halal itu jelas, dan perkara haram itu jelas; serta di antara keduanya terdapat perkara mutasyabihat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjauhi syubhat, sungguh ia telah terbebas dari dosa, dalam agama dan kehormatannya. sebaliknya, siapa yang terjerumus pada perkara syubhat berarti ia telah terjerumus dalam perkara haram,” (HR. Imam Bukhari, Muslim dan ashabun Sunan)
Rabbanaghfirlanaa dzunuubanaa isyraafanaa fii amrina. Wallahu’alam.
Sumber http://izisfm.wordpress.com/2010/04/24/etika-bergaul-seorang-muslimah/#more-1500
Tidak ada komentar:
Posting Komentar